M. Arman A. Z.
Arman AZ berada di camp Komunitas Sastra Lembah Serelo [KSLS] Lahat |
Arman AZ Cerpenis lampung berkunjung ke camp Komunitas Sastra Lembah Serelo [KSLS] Lahat di Bukit Pagarsari Sabtu, (2/6), ingin mengetahui lebih banyak mengenai berbagai seni budaya Lahat dan berbagai peninggalan purba yang terdapat di Lahat terutama mengenai berbagai cerita lokal.
Berbagai cerita dan bukti sejarah yang ada di Lahat sangat menarik dan hal ini bisa dijadikan investasi untuk periwisata.
"Saya mendapat banyak informasi tentang Lahat lewat media internet, dan saya tertarik mengenai berbagai situs megalith yang ada di daerah Lahat ini. Selain itu sungai Lematang juga bagi saya sangat menarik dan indah. Selama ini saya hanya melihat sungai Lematang dan bukit Serelo ketika melewati Lahat menggunakan kendaraan. Terutama photo-photonya di internet. Kali ini saya bisa langsung menuju tempat megalith dan sungai Lematang itu," kata Arman.
Kecenderungan orang sekarang ingin lebih banyak mengetahui sejarah dan budaya daerah lain atau negara lain. Barangkali hal inilah yang bisa dimanfaatkan untuk menarik orang luar berkunjung ke Lahat yang kaya berbagai sejarah, seni budaya dan alamnya yang indah.
"Komunitas Sastra Lembah Serelo bisa menjadi fasilitatornya," ungkap Arman. [jajangrkawentar]
M. Arman A.Z. lahir di Telukbetung, 30 Mei 1977, di Rumah Sakit Bersalin Santa Anna. Lahir sebagai anak kedua dari enam bersaudara, Arman memiliki seorang kakak perempuan, Masayu Azizah, dan empat orang adik, yaitu M. Afrizal A.Z., Anita, M. Amri A.Z., dan M. Agus Cik. Namun adik bungsunya, M. Agus Cik meninggal dunia pada tahun 1984. Arman lahir dari pasangan M. Arifin A.Z. dan Rafeah, keduanya bersuku Palembang.
Jalan Hasanudin di kawasan Kupangkota, Telukbetung Utara menyimpan kenangan tersendiri dalam hidup Arman karena di sanalah ia menghabiskan seluruh masa kecil, remaja, hingga dewasa saat ini. Bagi Arman, masa kecil dan masa remaja adalah masa yang paling indah. Meskipun tidak bisa leluasa bermain dengan teman-teman sebaya karena ketatnya peraturan yang diterapkan oleh orang tuanya, Arman tetap menghabiskan waktu bermain bersama saudara-saudaranya. Namun demikian, tidak jarang teman-teman sekolah Arman bertandang dan bermain di rumahnya. “Waktu masih di bangku sekolah dasar, teman-teman sekolah sering menghabiskan waktu di rumah. bermain kelereng, burung dara, atau sepak bola. Begitu juga dengan teman-temannya ketika SMP, mereka sering main dan mengerjakan tugas sekolah di rumah Arman. Terlebih lagi ketika SMA (SMA Negeri 1 Tanjungkarang). Hampir setiap malam minggu, teman-teman menghabiskan malam minggu mereka di rumah Arman. Kegiatan yang sering dilakukan hanya sekadar ngobrol dan bergosip tentang wanita-wanita yang menjadi idola di sekolah. Tetapi tidak jarang pula mereka menghabiskan malam minggu dengan memanggang ayam atau membakar ikan. Oleh karena itulah, tidak heran jika rumah Arman kemudian dijadikan sebagai tempat mangkal teman-teman karib.
Namun, tidak seluruh masa kecil dan remaja Arman dihabiskan untuk bermain dengan teman-temannya karena selain menerapkan peraturan yang ketat, orang tua Arman juga mengajarkan kedisiplinan bagi anak-anak mereka. Setiap sore, selepas salat Ashar, Arman dan saudara-saudaranya belajar mengaji pada nenek mereka, yang kebetulan tinggal di rumah orang tua Arman. Sayangnya, tahun 1991, neneknya tersebut meninggal dunia. Sebelum kepergian neneknya, adik bungsu Arman telah lebih dulu meninggal dunia, dan sepuluh tahun sesudah kepergian sang nenek, tepatnya tanggal 21 Juni 1991, Arman kembali harus kehilangan satu orang yang dia sayangi. Ibu Arman meninggal dunia setelah beberapa bulan tergolek lemah dan seminggu dirawat di Rumah Sakit Abdul Moeloek, Bandarlampung. Terlalu banyak kenangan yang tersimpan dalam ingatan Arman tentang ibunya, sehingga wajar jika beberapa bulan setelah kepergian ibunya merupakan masa yang sulit bagi Arman.
Sebagai anak lelaki paling tua dalam keluarga, Arman berusaha semaksimal mungkin menjalin hubungan yang akrab dan harmonis dengan saudara-saudaranya. Meski memiliki kesibukan masing-masing, mereka masih sempat meluangkan waktu untuk sekedar mengobrol tentang apa saja secara terbuka. Jika sesekali ada perbedaan pendapat antara Arman dengan saudara yang lain, dia rasa itu hal yang wajar dalam sebuah keluarga.
Setelah sepuluh tahun mengenyam pendidikan di sekolah swasta, Xaverius, tahun 1992 Arman melanjutkan pendidikan di sekolah negeri, yaitu SMA Negeri 1 Tanjungkarang. Selepas SMA, Arman enggan untuk kuliah. Ia hanya mengikuti pendidikan diploma I di LPK Stamford Telukbetung. Setahun mengikuti pendidikan di LPK tersebut, pikiran Arman menjadi terbuka tentang pentingnya arti pendidikan formal. Oleh karena itu, tahun 1997, Arman memutuskan untuk kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. Namun, empat tahun kemudian, karena faktor kesibukan dan kejenuhan, Arman memilih untuk berhenti kuliah. Hal ini nekat dia lakukan karena dia percaya jika pendidikan formal belum tentu dapat menjamin masa depan seseorang.
Beberapa pendidikan nonformal yang pernah diikuti pria berkacamata ini, antara lain kursus Bahasa Inggris di Lembaga Bahasa LIA, kursus komputer operator di LPK Prima Perdana (1994), dan kursus komputer programer di LPK Stamford (1996).
Setahun setelah mengikuti program D1 Komputer, tepatnya tahun 1996, untuk pertama kali Arman mengenal dunia kerja dengan memasuki Lembaga Pendidikan dan Kursus (LPK) Genius Computer dan bekerja sebagai Instruktur Komputer. Di samping itu, Arman juga mengajar di dua tempat yang berbeda, yaitu LPK Stamford dan LPK Empat Putera.
Masih berhubungan dengan komputer, pertengahan tahun 1998 sampai 2000, Arman bekerja sebagai operator komputer di PT CIDES Persada Consultant. Perusahaan konsultan yang berkantor pusat di Jakarta ini berperan sebagai konsultan manajemen pada Basic Education Project, Kanwil Departemen Agama Provinsi Lampung. Tahun 2000, masih di perusahaan yang sama, posisi bekerja Arman berubah menjadi Billingual Secretary. Posisi ini bertahan hingga pertengahan tahun 2002 ketika kontrak kerja Arman di perusahaan tersebut selesai. Selama bekerja di PT CIDES Persada Consultant, Arman juga diperbantukan sebagai Operator Data Entry pada Education and Management Information System (EMIS Project), sebuah proyek yang juga berada dalam Kanwil Departemen Agama Provinsi Lampung.
Sekeluarnya dari PT CIDES Persada Consultant, Arman sempat bekerja di sebuah perusahaan air minum mineral lokal dan ditempatkan di sebuah kecamatan di kabupaten Lampung Selatan. Namun, pekerjaan ini tidak bertahan lama. Beberapa bulan kemudian, atau tepatnya Februari 2003, Arman mencoba peruntungan lain dengan bekerja sebagai tenaga marketing di PT HILON Indonesia, sebuah perusahaan modal asing yang berkantor pusat di Tangerang dan membuka cabang di Lampung. Di perusahaan ini Arman bertugas memasarkan perlengkapan kamar tidur, dengan daerah pemasaran di sekitar Bandarlampung dan Lampung Selatan.
Sebelum bekerja di PT HILON Indonesia, Arman pernah menjadi redaktur sebuah tabloid LSM. Karena beberapa alasan, setelah beberapa edisi, Arman mengundurkan diri. Masih bergelut di bidang yang sama, yaitu tulis menulis, akhirnya sejak tahun 2004 hingga sekarang, Arman hidup dari menulis karya sastra seperti, cerita pendek, cerita anak, dan esai. Profesi terakhir inilah yang terus mengiringi langkah hidup Arman hingga dikenal sebagai salah satu sastrawan Lampung.
Berbekal hobi membaca, Arman mulai berkenalan dengan dunia sastra ketika di Bangku SMP. Hampir setiap minggu, dia meminjam buku-buku sastra di perpustakan sekolah, mulai dari buku-buku puisi, kumpulan cerpen, hingga novel. Pada saat itu, Arman begitu menyukai novel-novel remaja seperti Balada Si Roy (Gola Gong), Lupus (Hilman), Lima Sekawan (Enid Blyton), dan buku-buku lainnya. Selain memiliki hobi membaca dan menekuni dunia tulis-menulis, Arman juga senang mendengar musik dan travelling. Hobi dan kebiasaan-kebiasaan inilah yang secara tidak langsung memengaruhi Arman untuk menciptakan sebuah karya sastra. Inspirasinya untuk berkarya sering kali datang setelah membaca buku, mendengarkan lagu, atau sepulangnya travelling dari suatu tempat. Hobinya ini berlanjut hingga Arman duduk di bangku SMA. Tahun 1994, akhirnya Arman mulai menekuni dunia sastra dan bersama beberapa teman yang juga menyukai karya sastra, terutama puisi, Arman mulai belajar menulis puisi. Puisi-puisi hasil karya Arman pada saat itu hanya bersifat situasional, tentang perasaan kepada lawan jenis atau persahabatan. Baginya, cinta adalah sesuatu yang pelik dan rumit untuk dimengerti dan setiap orang tentu memiliki pengertian yang berbeda tentang arti cinta.
Dahulu, ketika jatuh cinta pada wanita, Arman hanya mampu menyalurkan perasaan itu melalui puisi-puisi sederhana ciptaannya. Namun kini, Arman terbiasa dan lebih leluasa menuangkannya ke dalam cerpen. Beberapa cerpen Arman memang lahir karena terinspirasi oleh wanita-wanita yang pernah dia cintai. Arman menganggap wanita sebagai mitra dalam proses kehidupannya. Arman menulis dalam salah satu esainya bahwa “Hidup ini akan terasa sunyi, sepi, dan tidak berarti tanpa kehadiran makhluk bernama perempuan. Sebagaimana awal terciptanya umat manusia di alam semesta. Tuhan menciptakan Hawa untuk menemani Adam yang terlebih dahulu hidup dan sendirian di dunia. Tuhan bukan menciptakan Hawa dari kaki Adam untuk dijadikan alasnya, melainkan dari tulang rusuknya agar mereka dapat menjadi mitra sejajar. Dari kenyataan ini, bisa dibilang kaum laki-laki tidak bisa hidup tanpa perempuan. Selain harta dan tahta, perempuan pun memendam pesona sihir yang bisa membuat lelaki terpesona, bertekuk lutut, bahkan terlempar ke dalam jurang kehancuran.”
Tidak heran jika sebagian besar cerpen Arman tidak berada jauh dari tema yang masih berkaitan dengan wanita, mulai dari kenangan dengan pacar, nostalgia bersama teman, figur seorang ibu, hingga seorang nenek pernah pula diangkatnya ke dalam cerpen-cerpennya. Namun, cerpen-cerpen Arman tidak melulu terinspirasi cinta dan wanita saja. Bagi Arman, semua aspek kehidupan ini menarik untuk dituangkan menjadi karya sastra. Begitu pula dengan proses pembuatan cerpen yang menurutnya merupakan sebuah proses individu, dan orang-orang di sekelilingnya secara tidak langsung juga ikut berperan dan memberi inspirasi untuk menghasilkan sebuah karya.
Proses kreatif yang terjadi dalam pembuatan karyanya pun mengalir sesuai dengan peristiwa yang dia alami sendiri. Semua karya yang telah dihasilkannya, baik yang pernah maupun tidak pernah dimuat, tentu memiliki sejarah dan nilai masing-masing. Oleh karena itulah, sebagian besar cerpen Arman termasuk aliran realis. Seperti cerpennya yang berjudul “Kupu-kupu di Batu Nisan”. Cerpen ini terinspirasi dari sebuah kejadian nyata yang dialami sendiri oleh Arman. Ada satu masa Arman kerap menziarahi makam ibunya. Di sana Arman melihat seekor kupu-kupu kuning terang dan hinggap di batu nisan ibunya. Entah mengapa, visualisasi kupu-kupu yang hinggap di batu nisan itu terus bercokol dalam benaknya. Akhirnya, Arman merekonstruksi kejadian tersebut ke dalam tulisan hingga lahirlah cerpen “Kupu-kupu di Batu Nisan”.
Pada awal masa kepenulisan Arman (1996-1999), tidak ada satu sastrawan pun yang dikenal Arman. Saat itu Arman hanya sebatas mengenal nama dan karya-karya yang dihasilkannya. Sedikit demi sedikit Arman mulai tahu beberapa sosok sastrawan Lampung, seperti Isbedy Stiawan ZS dan Syaiful Irba Tanpaka. Arman sebagai sastrawan muda Lampung merasa bangga bisa mengenal dan berinteraksi dengan mereka. Walau kerap membaca karya-karya mereka, Arman mengakui bahwa dia tidak bisa menanggapi karya mereka tersebut secara detail. Namun sejauh ini, Arman percaya bahwa karya mereka memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Menurut Arman, karya sastra yang menarik adalah karya sastra yang memiliki keunggulan dalam segi tematik, literer, estetika, dan etika. Sastra yang berkualitas adalah sastra yang bisa memberikan pencerahan secara tidak langsung kepada pembacanya. Meskipun karya sastra bisa multitransfer, setidaknya ada nilai atau hikmah yang bisa dipetik pembaca usai membacanya.
Dari sekian banyak karya yang dihasilkan dan diterbitkan Arman, tentu tidak terlepas dari pengamatan sastrawan lain. Tak sedikit sastrawan yang memberi komentar terhadap cerpen yang dibuatnya. Misalnya untuk kumpulan cerpen dalam Sekuntum Mawar di Depan Pintu, Isbedy mengomentari bahwa dengan gaya kisah realis, cerpen-cerpen dalam buku tersebut membuka pintu untuk dimasuki. Tema-tema cerpennya sangat kaya dan gaya kisahnya pun penuh rima yang terkadang puitik serta penuh panorama indah bagi yang suka mengembara.
Sementara menurut Wayan Sudana, “Cerpen-cerpen dalam buku Embun di Ujung Daun menunjukkan cerminan dari cerita, cinta, kenangan, kerinduan, kematian, ketidakadilan dan berbagai komedi-tragedi kehidupan manusia. Arman meramu serpihan kisah itu menjadi deskripsi dan narasi yang indah sehingga karakter tokoh mewujudkannya sendiri, kadang serasa dekat dengan kehidupan kita.”
Satmoko Budi Santoso, seorang sastrawan dari Yogyakarta mengomentari, “Sebagai pengisah cerita, Arman mempunyai sensibilitas merambah kompleks psikologis keluarga, ada subversivitas dalam keluarga dan itulah yang suci untuk dipertahankan.” Sementara menurut Helvy Tiana Rosa, cerpen-cerpen Arman menarik, menyentuh, dan selalu menyisakan sesuatu usai kita membacanya.
Selama masa kepenulisan Arman, ada beberapa penghargaan yang pernah diraihnya, antara lain penghargaan Lomba Menulis Teknologi Telekomunikasi dan Informasi (Indosat, Kompas, Republika, Gatra, dan LIPI, 1999), meraih piagam untuk Lomba Menulis (Perpustakaan Nasional Provinsi Lampung, 2000), dan piagam penghargaan Lomba Menulis Cerita Anak (Gema Insani Press, 2001). Tahun 2003, salah satu cerpen Arman yang berjudul “Jenny Berdiri di Liang Lahat” masuk nominasi 30 besar Lomba Cipta Cerpen yang diadakan Dinas Pendidikan Nasional, CWI, dan KSI. Selain itu, cerpen lainnya yang berjudul “Perempuan yang Menyisir Rambutnya dengan Sebilah Belati” berhasil masuk nominasi lima besar Sayembara Penulisan Cerpen Lampung Post, Agustus 2004.
Tahun 2003 menjadi peserta Kongres Cerpen Indonesia III di Bandarlampung. Juli 2004 mengikuti Temu Sastrawan 9 Provinsi di Anyer, Banten, sekaligus menjadi peserta Mitra Praja Utama. Pernah menghadiri Milad dan Munas Forum Lingkar Pena di Yogyakarta, Februari 2005.
Arman AZ saat berada di camp Komunnitas Sastra Lembah Serelo [KSLS] Lahat |
1. Cerita Pendek
1) Antologi Cetik, Dewan Kesenian Lampung, 1999.
2) Grafiti Imaji, Yayasan Multimedia Sastra, April 2002.
3) Cermin dan Malam Ganjil, FBA Press, Juni 2002.
4) 20 Tahun Cinta, Senayan Abadi, Juli 2003.
5) Wajah di Balik Jendela, Lazuardi, September 2003.
6) Mengetuk Cintamu, Senayan Abadi, September 2003.
7) Anak Sepasang Bintang, FBA Press, 2003.
8) Bunga-bunga Cinta, Senayan Abadi, Januari 2004.
9) Yang Dibalut Lumut, CWI-Diknas, Oktober 2004.
10) Mencintaimu, Logung Pustaka, Juli 2004.
11) Embun di Ujung Daun (Kumpulan Cerpen Tunggal), Logung Pustaka, Februari 2005.
2. Novel
1) Loper Koran Cilik diterbitkan oleh Gema Insani Press, 2005.
3. Cerita Anak
1) Payung Warna-Warni, DAR! Mizan, Juli 2003.
2) Senjata Makan Tuan, Beranda Hikmah, Oktober 2004.
3) Dena dan Bidadari, Beranda Hikmah, 2005.
salah satu impian. jd penulis. hehehe, insya' allah
BalasHapus