PLN, Mesin Rusak atau Manusianya yang Rusak?
Oleh : Bagou Eby | 06-Sep-2009, 21:58:21 WIB
Kemarin teman saya menerima sebuah pesan singkat yang masuk melalui telepon selulernya (HP). Seorang teman berkata, “Sobat, maaf, surat undangannya belum diketik. Mengapa? Di kompleks kami giliran pemadaman lampu, jadi nanti lampu nyala dulu baro saya ketik undangan itu."
Cerita ini adalah contoh dari sekian ratus ribu cerita yang menyadarkan saya betapa suplai listrik sangat menentukan juga produktivitas dan juga kemajuan. Cerita ini menyadarkan saya bahwa Listrik membantu orang mencapai peradaban. dan, peradaban itu belum bisa ditapaki orang sekarang ini karena PLN belum dapat menyediakan jasanya dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kini bukan hanya di kampung orang kesulitan mendapatkan listrik, tetapi juga di kota, justru di pusat peradaban itu sendiri seperti kita di Nabire ini. Komunikasi singkat teman saya dengan temannya lewat SMS itu membuat saya membandingkan (dan membanggakan daerah lain atau negara lain).
Saya sering bingung padam-nyala lampu di Nabire dari tahun ke tahun alasannya adala kerusakan mesin. Ironisnya, Pemda telah menyediakan empat mesin, lantas belum setahun mesin rusak. Logiskah? kalau jawabannya logis maka itu mesin bekas yang disediakan oleh pemda dan pihak konsersium. Kapan di nabire ini terang terus? Pertanyaan seperti itu sering kali bergayut dalam benak saya, dan juga di benak selurah masyarakat kota nabire. Keadaan listrik yang terang terus karena suplay energi itu benar-benar terjaga dan pemerintah benar-benar peduli dengan kebutuhan dasar itu.
Saya pernah mendengar cerita, pada tahun 2006 lalu, ketika saya mengikuit Kongres MPA PMKRI di Manado, seorang teman sebut saja Ferdinan Matulesi (Dinan). Dia cerita dengan saya bahwa; beberapa waktu sebelum itu kota Ambon, listrik selalu padam-nyala. Lantas masyarakat rebut, Orang komplain, Mereka bercerita soal kerugian. Hingar bingar ini diterima direktur perusahaan listrik dengan jantan. Katanya, Dia mengundurkan dirinya.
Di Nabire, pernahkah orang yang bertanggung jawab terhadap listrik, merasa tidak mampu bekerja? Entahlah. Rasanya tidak pernah kita dengar hal itu di ruang publik. Bahkan secara tersirat kita mendengar mereka orang-orang yang bertanggung jawab menyediakan suplai listrik untuk masyarakat selalu menganggap mereka sangat mampu. Bahkan sesekali kita mendengar mereka menyebutkan persoalan listrik yang kelap kelip itu, bukan persoalan mereka, sekalipun urusan listrik itu di tangan mereka. Kita bisa bercermin pada ironi yang muncul di ruang publik di nabire ini. Kalau ada listrik padam, masyarakat kota lantas teringat pernyataan orang PLN, bahwa yang bikin lampu padam itu karena mesin rusak. Benarka, atau ada kedok di balik itu? Hal seperti itu tentu saja menjadi aneh. Aneh karena masalah ini berkelanjutan.
Apakah persoalan itu tidak dapat diatasi ataukah memang ini sebuah unsur kesengajaan? Apakah pemerintah tidak memiliki cara menghadapi-nya agar tidak ada lagi gangguan? Apakah benar-benar mesin yang rusak atau sengaja dirusakkan karena persolan tertentu yang tidak saling memuaskan antara PLN, Konsersium dan Pemda?. Karena masyarakat nabire ini suda bosan dan tidak percaya lagi dengan kata; MESIN RUSAK’. Saya pun juga sulit mempercayainya. Sebab, bukan mesin yang rusak tapi manusianya yang “RUSAK”. Mengapa sampai hari ini masalah listrik tidak bisa di atasi pada hal dana cukub besar juga yang dikeluarkan oleh Pemda Nabire. Berulang-ulang PLN memberitakan pemadaman lampu persoalan listrik karena MESIN RUSAK (mengalami gangguan pada mesin). Pengumuman ini bagi masyarakat nabire bukan barang yang baru tetapi kuping setiap orang di kota nabire ini pedis mendengarkan pengumaman tersebut karena hari ke hari, bulan ke bulan hingga tahun ke tahun pengumaman dari PLN itu-itu saja. Kataya, mesin sudah tua. Sering rusak. Mungkin manusianya kali, sebab hari-hari tidak ada pengumaman lain dari PLN hanya itu dan itu terus. Parahnya lagi belum setahun ini pemda suda mengupakan empat buah mesin, tapi PLN mengabarkan lagi mesin suda rusak atau mengalami gangguan. PLN kamu yang benar saja, kalo benar soal mesin, mengapa bisa begitu? Mengapa mesin tidak bisa diganti? Mengapa mesin baru tidak bisa diperoleh? Jika soal biaya, tidak adakah sumber dana yang bisa digunakan untuk itu?
Dalam bayangan saya, jika dananya besar, seharusnya dana bisa dikumpulkan bertahun-tahun. Jika dana besar, seharusnya ada investor yang dapat membantu: sebab bisnis listrik pasti mendatangkan uang. Bisnis listrik tidak mungkin tidak dibeli orang. Mahal bagaimana pun, listrik tetap akan digunakan orang. Justru seharusnya, dana subsidi rakyat yang kononnya diberikan untuk bayar listrik, dapat digunakan untuk menambah modal mendapatkan mesin baru. Tetapi kembali kita ragu, sebab kenyataannya, ketika krisis listrik di nabire terjadi sejak tiga empat tahun yang lalu, ada pejabat PLN yang mengatakan tak usah terlalu cemas, krisis bukan hanya di Nabire tetapi seluruh Indonesia. Jadi di tempat lain yang keadaan mesinnya kita tidak tahu, juga mati.
Mungkin di tempat lain juga manusianya yang rusak bukan mesinya yang rusak. Sungguh membingunkan. Saya tidak tahu orang lain berpikir tapi saya pikir, krisis listrik di nabire ini mungkin terjadi karena ada politik listrik. Ada sebab-sebab yang diciptakan, yang diatur, untuk motif-motif tertentu. Hanya motif itu yang belum terbuka kepada publik. Kondisi ini kita harus belajar banyak. Hal seperti inilah yang membuat kita sering kali ragu apakah benar daerah ini diurus dengan benar? Apakah benar daerah ini memperhatikan rakyatnya. Kita menjadi ragu karena masah hal seperti ini tidak ada jalan keluarnya. Masah mereka tidak tahu betapa menderitanya rakyat karena tidak adanya suplai listrik. Masah mereka tidak mendengar betapa seringnya masyarakat mengeluhkan hal itu.
Pemda segera Selesaikan Malasah Listrik
Pemda Nabire, baik Eksukutif dan Legislatif untuk mengambil keputusan yang tepat terkaid dengan masalah listrik di nabire yang masih sakit saja ini. Banyak keluhan-keluhan dari para konsumen listrik baik dari pengusaha, pegawai menyangkut masalah padam dan nyala listrik. Akibatnya banyak barang-barang elektronik yang rusak bahkan bulan puasa ini mestinya warga muslim menunaikan ibadah puasanya dengan penuh hikma mala umat muslim menunaikan ibadahnya dengan emosi dan rasa dungkul terhadap manajemen PLN. Listrik nyala-padam bukan karena mesinnya, tetapi orang yang menjalankannya yang rusak, termasuk Konsersium yang pemerintah percayakan untuk menangani empat buah mesin diesel milik pemda nabire yang bertanggung-jawab terhadap rakyat terutama para pengusaha dan kepada warga muslim yang tengah menunaikan ibah puasa ini. Untuk listrik saja pemda memberikan anggaran yang besar, tapi masalah listrik ini hingga kini “KJ” nyatanya sebagian warga kota aktifitasnya mogok (tidak berjalan) serta malam hari masi saja terlihat warga kota masang lilin dan pelita tiap rumah masing-masing (bagi warga yang tidak punya genset).
Masalah listrik ini terus berlanjut dan ini jelas sekali menunjukkan PLN terutama pihak konsersium tidak memiliki kemampuan dalam menangangani hal ini. Persoalan ini harus disikapi pemda secara serius dan bijaksana, pasalnya listrik merupakan salah satu kebutuhan vital juga sebagai salah satu urat nadi pertumbuhan ekonomi masyarakat perkotaan. Realitasnya banyak usaha-usah masyarakat kota nabire yang tidak dijalankan secara maksimal. Produksi mereka terganggu dengan padam-nyalanya listrik hingga alat-alat mereka rusak, jika hasil usahanya ini terganggu akan berdampak terhadap pendapatan mereka. Kondisi listrik nabire identik dengan lampu Natal. Tapi lampu Natal dinyalakan pas waktunya saja, ini Natal-nya tidak pernah berhenti-henti, sehingga pemda harus meninjau kembali kapasitas Konsersium ini.
Kalau tidak mampu menyelesaikan masalah ini, lebih baik saya mundur untuk digantikan pihak lain bila perlu kase PLN dong kelolah akan. Saya tidak menceri kambing hitam dalam tulisan ini tapi, banyak kerugian yang dialami akibat masala kelistrikan ini, terutama kerusakan-kerusukan pada banrang-barang elektronik seperti kulkas, air conditioner, pompa air, computer dan lain-lainnya. Pemerintah harus bijak dan berani menghentikan konsersium kalau dirasa tidak mampu dan bersala. Kalo mensin yang rusak Generator-generator baru milik Pemda Nabire ini bukanlah barang baru, melainkan second hand (barang bekas) bukan buatan jerman tapi buatan Sleman itu benar seperti yang diberitakan media harian papua pos nabire edisi jumat (04/9) kemarin.
Masyarakat kota nabire Sunghuh-sungguh kecewa dan mara besar terhadap pelayanan pemerintah khususnya dibidang kelistrikan, dimana masyarakat (kami, kita) sebagai konsumen telah memberikan kewajibannya dengan membayar listrik, namun sebaliknya listrik tidak pernah dinikmatinya dengan baik karena MESIN RUSAK. Masyarakat kota nabire bayar uang, bayar, bayar terus, tapi listrik tetap saja padam-padam terus. Padahal Pemda berjanji listrik akan nyala 24 jam, kenyataannya terbalik kini listrik padam 24 jam. Barang-barang kami rusak, siapa yang bertanggung-jawab. Pemda Nabire, Konsersium atau pihak PLN yang menanggani hal ini. Pemda jangan menutup mata dengan persoalan ini karena barometer pertumbuhan ekonomi masyarakat kota.Sumber: www.kabarindonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar