Senin, 14 September 2009

Anggota Dewan yang "Terhormat"?

Anggota Dewan yang "Terhormat"?
Oleh : Titiek Hariati | 08-Sep-2009, 17:55:42 WIB

Bupati Malang, Sujud Pribadi, dipusingkan oleh ulah anggota-anggota dewan periode yang lalu, yang masih membandel tidak bersedia mengembalikan mobil dinasnya.

Mungkin menjelang lebaran ini kebutuhan para eks wakil rakyat pada mobil meningkat, sehingga mereka belum rela melepasnya, sekalipun ulah ini sungguh memalukan. Juga di Madiun ditemukan seorang anggota dewan yang baru dilantik, sedang berjudi.

Sekian waktu yang lalu, juga di Malang geger gara-gara para anggota dewan ditengarai memakai ruang sidang sebagai tempat berjoget dangdut ria bersama penyanyi2 dangdut nan sexy.

Ini masih tak seberapa. Daftar panjang ulah para wakil rakyat kita dari periode ke periode semakin memprihatinkan baik di pusat maupun daerah. Menimbulkan tanda tanya besar : salah siapa, yang memilih atau yang mencalonkan diri sebagai caleg?

Sistim perekrutan caleg agaknya sangat perlu untuk segera dikaji ulang. Uang akan menjadi nomor kesekian untuk bisa maju sebagai caleg. Yang paling menentukan sebaiknya adalah trackrecord caleg di masyarakat. Eks penjudi, pemabuk, napi, pelacur, koruptor , dll akan melalui uji kelayakan.

Pun apabila kebetulan caleg adalah seorang yang bereputasi cemerlang di masyarakat, tetap mereka harus melewati serangkaian fit and proper test tanpa pandang bulu.

Bangsa ini sungguh terlalu mahal untuk dipertaruhkan dengan segelintir orang orang yang sangat tidak layak secara moral untuk duduk sebagai wakil wakil rakyat. Bila perlu dewan pengujinya terdiri dari berbagai elemen masyarakat sehingga seorang caleg yang lolos test walaupun belum tentu memenangkan pemilihan, tetapi dia memang sudah dianggap layak sebagai calon wakil rakyat.

Segi pendidikan juga harus mulai ditata. Pemalsuan-pemalsuan ijasah caleg dapat diberantas melalui suatu sistim online yang canggih yang dapat menghubungkan dewan penguji langsung dengan almamater dari sang caleg.

Republik ini butuh orang-orang yang berkomitmen dan berdedikasi tinggi pada profesinya. Repotnya banyak caleg yang melihat posisi anggota dewan sebagai sebuah lowongan pekerjaan dengan gaji besar yang menggiurkan dan "daripada menganggur".

Ulah para anggota dewan yang sudah seringkali kita saksikan di berbagai media sebagai sebuah aib, sangatlah memprihatinkan.
Skandal pornografi dan perselingkuhan diantara anggota dewan misalnya, juga menyedihkan. Sampai kapan kelonggaran sistim perekrutan caleg ini akan terus berlangsung?

Nila setitik merusakkan susu sebelanga. Apa boleh buat, potret buram sebagian anggota dewan memang sebuah tantangan. Kapankah kita akan memulai perubahannya? Atau kita memang rela diwakili oleh mereka mereka yang secara moral kurang layak ini? Sumber: www.kabarindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar