.HARIAN LAHAT
CEPAT, AKURAT, DAN TERPERCAYA
Jumat, 29 Juni 2012
Minggu, 17 Juni 2012
Kaos Harian Lahat.com
Kaos Putih, Arca Tinggi Hari Harga Rp 75.000 |
Kaos Hitam, Bukit Serelo. Harga Rp 95.000 |
Untuk Pemesanan Bisa Langsung Via SMS di 08194837589
Trimakasih!
-Semoga Harimu Indah-
Rabu, 13 Juni 2012
Hanya Tampak Satu Gajah di PLG Bukit Serelo Lahat
HarianLahat.com - Tidak sedikit masyarakat Lahat menanyakan: sebetulnya Gajah Perangai di Padang Baru Kecamatan Merapi Selatan itu pada kemana larinya? Karena sekarang jarang terlihat di area lahan konservasi, kalaupun ada hanya bisa dihitung dengan jari satu tangan. Pantauan HarianLahat.com di lokasi Selasa, (12/6) yang tampak hanya ada satu anak gajah dengan dirantai kakinya.
Masyarakat Lahat merindukan adanya pelatihan dan permainan gajah seperti dulu pada tahun sembilan puluhan. Gajah bisa mengambil huruf yang diperintahkan pawangnya, gajah bertanding sepak bola, gajah berjoget dangdut, menjadi hiburan yang menyenangkan untuk keluarga, menjadi rencana tujuan berlibur keluarga, disamping itu lebih mengenalkan daerah Perangai khususnya dan Kabupaten Lahat kepada dunia. Dapat membuka peluang usaha dan peluang kerja bagi masyarakat sekitar. Saat ini waktunya lebih tepat dimana akses jalan lebih baik dan masyarakat haus akan hiburan dan liburan untuk keluarga, kata Jayadi (46) warga Lahat.
Apa sebetulnya yang melatarbelakangi adanya Pusat Pelatihan Gajah (PLG) di Desa Padang Kecamatan Merapi Selatan Kabupaten Lahat ini. Berdasarkan data dari berbagai sumber serta pengamatan di Lapangan bahwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Palembang pada saat itu sering mendapat laporan-laporan tentang gangguan gajah di Sumatera Selatan yang tergolong tinggi. Sehingga BKSDA membuat kebijakan sebagai upaya penanggulangan gangguan tersebut di Sumatera Selatan didirikan Pusat Latihan Gajah.
PLG di Sumatera Selatan berdiri sejak tahun 1989/1990 melalui Proyek Pengembangan Penangkaran Gajah di Sumatera Selatan yang berlokasi di Suaka Margasatwa Padang Sugihan Sebokor Musi Banyuasin. Sejak tahun 1992/1993 Pusat Latihan Gajah dipindahkan di Sebokor Musi Banyuasin ke Desa Padang Baru Kecamatan Merapi Kabupaten Lahat.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 953/Kpts-II/1992 tanggal 3 Oktober 1992 Pusat Latihan Gajah terletak di Desa Padang Baru, Kecamatan Merapi Kabupaten Lahat dengan luas areal 200 ha. PLG ini dibatasi oleh 2 (dua) buah sungai yaitu Sungai Binjai dan Sungai Milang
Hewan yang terdapat di kawasan ini antara lain kera ekor panjang (Macaca fascicularis), cengkok (Macaca sp), beruang madu (Helarctus malayanus), kancil (Tragulus sp), rusa (Cervus sp), kijang (Muntiacus muntjak), babi rusa (Sus sp), berbagai jenis burung serta ayam hutan.
Alasan BKSDA memindahkan PLG tersebut karena kondisi dan situasi di Padang Sugihan Sebokor Musi Banyuasin kurang memenuhi persyaratan atau kurang mendukung, seperti, keadaan arealnya pada saat itu becek karena dipengaruhi pasang surut sungai serta sebagian besar terdiri dari rawa-rawa. Selain itu transportasi untuk menuju PLG sulit karena harus melalui sungai dan kanal/terusan. Selain itu apabila musim kemarau tiba, kanal ini tidak dapat dilalui oleh kapal motor dan speed boat sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama. Sedangkan kondisi jalan darat masih berupa jalan tanah, apabila musim hujan tiba tanahnya becek dan berlumpur sehingga tidak bisa dilalui kendaraan roda empat. Karena itulah daerah Padang Sugihan Sebokor Musi Banyuasin sulit untuk dapat dikembangkan, baik untuk objek wisata maupun kepentingan lainnya.
Maksud dan tujuan BKSDA mendirikan PLG yaitu untuk pelestarian satwa gajah, dengan cara melakukan konservasi di luar habitat (eksitu) dan sebagai upaya menanggulangi gangguan gajah di masyarakat serta menjamin kelestariannya dengan mengembangkan penangkarannya, sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan kemaslahatan masyarakat.
Upaya yang dilakukan BKSDA yaitu dengan cara mendidik dan melatih gajah-gajah liar yang mengganggu menjadi gajah yang bisa atraksi, bisa diajak bekerja, patroli. Gajah-gajah yang dilatih merupakan gajah hasil tagkapan yang sering menimbulkan gangguan antara lain di Kabupaten Musi Banyuasin, Musi Rawas, Ogan Komering Ulu, Lahat, Ogan Komering Ilir, dan Muara Enim.
Pada kenyataanya saat ini gajah-gajah Sumatera itu kehidupannya semakin terancam, dan suram. Bagaimana pihak-pihak terkait yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan kehidupan gajah ini, dapat mengelolanya dengan baik. Karena hewan gajah ini juga merupakan peninggalan masa lampau yang hidup dan bisa dikembangkan. Bagaimana supaya anak cucu kita dapat menyaksikannya. Bukan hanya tinggal ceritanya saja. [jajangrkawentar]
Gajah Perangai Menghibur Keliling Kota
Sementara hasil wawancara Metronews dengan Kepala Satgas Pelatihan Gajah Bukit Serelo, Tarsan, pada Kamis, 8 Desember 2011 16:24 WIB, semula ada 80-an ekor gajah menempati wilayah itu. Kini jumlah satwa besar itu tinggal 18 ekor. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 76, per tanggal 15 Maret 2000 kawasan tersebut dulunya merupakan hutan lindung. "Kawasan hutan lindung mulai berkurang akibat penambangan yang tidak terkendali," kata Tarsan.
Tarsan menambahkan, gajah-gajah di Bukit Serelo saat ini telah dipindahkan ke lokasi lain. Karena di Bukit Serelo satwa itu kesulitan mencari makan akibat penambangan batu bara yang mulai masuk ke dalam hutan lindung.
Dipindahkan kemana gajah-gajah itu dan atraksi keliling kota mana masih belum ada kejelasan. [jajangrkawentar]
Selasa, 12 Juni 2012
Terapkan Proses Kopi Luwak Pada Manusia
Harianlahat.com - Warga Lahat mencoba membuat proses kopi Luwak diaplikasikan pada manusia. Sebut saja Yudi meminta jasa kawannya Agus (bukan nama sebenarnya) untuk memakan biji kopi yang tua (berwarna merah) sebanyak satu kilo dengan imbalan Rp 200.000 untuk menghasilkan kopi yang diinginkan dengan harga jual Rp 800.000 sekilo biji kopi.
Yudi ingin bereksperimen dan mencoba membuktikan bagaimana memindahkan proses kopi yang dihasilkan hewan Luwak menjadi proses pada manusia. Ini sebuah pemikiran ekstrim, dimana menciptakan rasa kopi yang khas. Menurut Yudi prosesnya sama melalui semacam fermentasi melalui pencernaan, yang biasanya pada pencernaan hewan Luwak, kini proses itu terjadi pada pencernaan manusia.
Pemikiran ini muncul ketika mencari Luwak sudah sulit, dan mencari biji kopi dari kotoran Luwak itu sangat sedikit. Sementara kebutuhan pasar akan kopi Luwak semakin tinggi. Dengan demikian masih sangat terbuka lebar peluang untuk meraih keuntungan dengan mengubah cara proses pada Luwak dialihkan pada manusia.
Selain itu akan membuka peluang pekerjaan. Karena baru lulus kuliah Agus menganggur melamar pekerjaan kepada Yudi lalu ditawarkan pekerjaan tersebut dengan menghasilkan uang Rp. 200.000 perhari, dianggapnya cukup menantang dan menggiurkan.
Seandainya binatang Luwak itu sudah berkurang dan mungkin punah manusia bisa menggantikannya. Maka sebagai dasarnya kita mempelajari terlebih dahulu bagaimana Luwak mencari biji kopi yang baik menurut selera Luwak dan kini mencoba proses tersebut dialihkan pada manusia.
Menurut sejarahnya Kopi Luwak terkait erat dengan pembudidayaan tanaman kopi di Indonesia awal abad 18 oleh penjajah Belanda ketika membuka perkebuanan kopi di pulau Jawa dan Pulau Sumatera terutama di Lahat.
Ini hanya sebuah cerita dan belum pernah dilakukan. Hanya sebuah gagasan yang mucul saat meminum kopi bersama maniak kopi di Komunitas Sastra Lembah Serelo [KSLS] Lahat. Walau begitu dijelaskan dalam Wikipedia Ensiklopedia Bebas bahwa Kopi Luwak adalah seduhan kopi menggunakan biji kopi yang diambil dari sisa kotoran luwak/musang kelapa. Biji kopi ini diyakini memiliki rasa yang berbeda setelah dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak. Kemasyhuran kopi ini di kawasan Asia Tenggara telah lama diketahui, namun baru menjadi terkenal luas di peminat kopi gourmet setelah publikasi pada tahun 1980-an. Biji kopi luwak adalah yang termahal di dunia, mencapai USD100 per 450 gram. [jajangrkawentar]