Arya Pandjalu sebelumnya hidup sebagai perupa yang banyak bekerja diruang out door yang bekerja
dengan media mural bersama bersama kelompok Taring Padi dan Apotik
Komik di Yogyakarta. Arya baru memasuki ruang pameran pada tahun 2003
di Yogyakarta dan San Francisco. Pameran tunggal pertamanya di Lost,
Andergrond, Den Haag, 2008.
Sebagai perupa mura, Arya memiliki cara berpikir bahwa ruang
selalu sudah ada sebelum aku ada. Aku baru menyadari bahwa mural
sebenarnya tidak semata-mata ekspresi seorang seniman di jalanan.
Mural adalah cara seorang seniman membaca ruang. Ada manusia, ada
bangunan, ada jalan, ada tanaman dan lain sebagainya. Semacam
berlakunya struktur “kaitan yang saling membaca”.
Cara berpikir itu sangat berbeda ketika memasuki ruang pameran in
door yang lebih tertutup dan sensitif. Tetapi melukis sebagai satu
cara membaca, ikut berpengaruh ketika Arya menyiapkan pameran dalam
ruang in door. Itu sebabnya bagi Arya, melukis sama dengan berpikir.
Karena aku bukan “tukang melukis”, katanya.
Cara membaca seperti itu tampak kuat ketika Arya mulai menyiapkan
pameran tunggalnya ini, yang diselenggarakan O House Gallery, dengan
tema: NOMOR TELFON TANGANKU. "Aku bekerja bersama tanganku. Tanganku
juga bisa mengingat dan berpikir. Kalau tanganku tidak bisa mengingat,
aku tidak bisa memiliki teknik. Tapi aku lebih membutuhkan tanganku
dari pada membutuhkan teknik. Seandainya aku ingin bisa mendengar apa
saja yang dikatakan tanganku kepadaku …" Tangan mengalami lebih banyak
hal dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh kita, bahkan dari
pikiran dan perasaan kita. Tangan merupakan tubuh-primer yang bekerja
dan berpikir, membuat putaran imaji yang vibrasinya bisa melebar dan
mendalam.
Tangan dalam lukisan-lukisan Arya, bentuknya memang tangan. Tapi
komposisinya: mengingatkan kita pada imaji-imaji buah-buahan, bibit
atau ladang dan kebun. Objek pada karya-karya Arya membawa kita kepada
bentuk tangan. Tetapi tidak berhenti sampai di sana. Tangan itu
kemudian membuat kaitan-kaitan referensial kepada hal lain yang
tidak-tangan: yang disebutnya sebagai “Nomor telfon tanganku”.
Seandainya tangan adalah hujan. Seandainya tangan adalah laut.
Seandainya tangan adalah bunga-bunga, mungkin kita harus belajar
kembali bagaimana caranya kita menyentuh, memegang dan bekerja dengan
tangan seperti itu. Seandainya tangan diam-diam menulis kembali
seluruh rahasia kita, di malam hari, saat kita tertidur, mungkin kita
harus mengenali kembali apakah persahabatan itu, apakah privasi itu?
Kira-kira seperti itulah O House Gallery menghadirkan pameran
tunggal Arya Pandjalu ini. Tangan seperti memiliki kehidupan sendiri
yang kita tidak tahu, tetapi mereka berdua, yang selalu berpasangan
itu, ke dua tangan kita itu, tahu hampir seluruh yang kita lakukan.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar