Senin, 12 Oktober 2009

Merevolusi Pendidikan di Indonesia

Merevolusi Pendidikan di Indonesia
Oleh : M Eko Purwanto | 13-Okt-2009, 00:17:30 WIB

KabarIndonesia - Tulisan ini saya niatkan untuk meyakinkan kembali bahwa kita masih membutuhkan suatu perubahan besar dalam aspek pendidikan. Kemauan politik pemerintah untuk memperhatikan dunia pendidikan saat ini, perlu kita dukung bersama-sama dengan kemampuan kita masing-masing agar sistem pendidikan kita memiliki ‘ruh’ untuk memperkuat budaya bangsa yang besar ini. Tulisan ini juga saya tujukan sebagai masukan kepada Mendiknas yang baru, Kabinet SBY, yang akan merumuskan kebijakan-kebijakan cemerlangnya, demi kemajuan pendidikan kita lima tahun ke depan.

“Education is for improving the lives of others and for leaving your community and world better than you found it”, Martin Wright Edelman.

Pendidikan dan Masyarakat

Di dunia Pendidikan tersedia banyak informasi tentang imajinasi, pengetahuan, ide, nilai-nilai, etika, penalaran dan itu semua membuat manusia menjadi lengkap dan memiliki nilai tambah atas kesempurnaannya sebagai pemimpin di muka bumi ini. Pendidikan membawa perbaikan, menambah kecerdasan, dan membuat orang terbebas dari rasa takut, kuatir dan gelisah, serta merdeka dan percaya diri. Hanya manusia sajalah yang bisa memiliki kemampuan belajar seperti ini, dan tidak dimiliki oleh hewan manapun. Pendidikan tidak berarti hanya membaca dan menulis, tetapi juga berpikir, belajar, penalaran, pengalaman praktis dan seterusnya. Pendidikan adalah proses belajar dari buaian hingga liang kubur. Pendidikan telah membawa banyak perubahan di dunia fisik dan mental manusia dan mengubah seluruh peradaban sejak zaman purba sampai sekarang. Mengutip pernyataan Ariel dan Will Durant, bahwa "Pendidikan adalah transmisi peradaban manusia".

Ariel dan Will Durant juga mengemukakan bahwa pertumbuhan masyarakat tergantung pada jenis sistem pendidikan yang diadopsi. Pendidikan membuat dampak yang luar biasa di masyarakat. Kualitas masyarakat tergantung pada kualitas sistem pendidikan yang diterapkan. Banyak Pakar Pendidikan, baik di dalam maupun di manca Negara lainnya mengemukakan, "kelembagaan pendidikan yang baik akan sangat berpengaruh dalam menjalani kehidupan yang lebih baik". Pendidikan yang benar membuat orang-orang mampu membangun karakter, nilai, etika, dan mampu mempersiapkan masyarakat dan negara secara keseluruhan untuk bisa mengejar ketertinggalannya. Pendidikan yang benar adalah warisan atau hadiah, yang kita sampaikan kepada generasi kita berikutnya. George Peabody mengatakan, "Pendidikan adalah utang kita sekarang untuk generasi masa depan".

Dampak Pendidikan bagi Masyarakat

Tidak ada suatu bangsa manapun yang bisa berkembang tanpa pendidikan yang tepat. Dan Indonesia adalah salah satu Negara Plural dengan berbagai tradisi dan budaya, yang sejak jauh sebelum merdeka dari tangan penjajah, sudah menggiatkan diri untuk menjadi Negara yang terdidik, baik dididik oleh pengalaman maupun budayanya yang terus-menerus berkembang. Mari kita telaah kembali sejarah para pendiri negara ini dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Para perintis kemerdekaan itu adalah manusia-manusia terdidik yang memiliki semangat satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa, yakni Indonesia. Indonesia sebagai negara berkembang yang tradisi masyarakatnya sangat beragam, memiliki sumber daya manusia yang sangat besar, dan memiliki kebutuhan tenaga teknis yang sangat tinggi. Walaupun dampak pendidikan di masyarakat sangat besar, namun masih banyak daerah abu-abu, yang perlu ditangani secara serius. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, Indonesia telah mengembangkan demokrasi politik, budaya, ekonomi dan sosial, tetapi kita masih perlu memfokuskan diri pada arah yang benar, yang mampu menyatukan kepentingan semua pihak dalam kondisi tradisi yang berbeda-beda.

"Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat kita gunakan untuk mengubah dunia", kata Nelson Mandela. Hal ini sangat jelas bahwa tidak ada senjata yang lebih unggul selain pendidikan. Berkah dari suatu pendidikan adalah pengembangan teknologi, yang telah membawa perubahan signifikan dalam masyarakat. Jika teknologi ini digunakan dalam arah yang benar dan ditujukan untuk memperkuat sistem pendidikan kita, maka kita dapat mengharapkan keajaiban di dalam masyarakat kita secara keseluruhan. Meminjam istilah Mario teguh, “lihat apa yang terjadi …. !!!.”

Pendidikan dan Pengalaman Hidup Manusia

Pete Seeger, mengatakan, "Pendidikan adalah ketika kita mampu membaca pengalaman kecil yang kita mengerti sebab dan akibatnya. Pengalaman adalah apa yang kita peroleh di setiap perjalan hidup kita". Sebagian besar kita membuat banyak kesalahan yang mengakibatkan perjalanan kehidupan kita menjadi pahit dan memilukan, tentu saja, akibat dari pengalaman yang kita temui tidak sesuai dengan harapan dan keinginan kita. Apabila seorang individu benar-benar berpendidikan, baik secara mental (spiritual) maupun fisik, sudah tentu dia memahami hal-hal kecil dalam perjalanan hidupnya karena ia bisa membaca peristiwa-peristiwa kecil yang melintas dalam hidupnya dan mengetahui sebab dari peristiwa tersebut terjadi. Perilaku seorang yang terdidik selain menggunakan penalaran induktif, ia juga menggunakan intuisinya di dalam mengambil keputusan-keputusannya. Intuisi menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari, yang mengabarkan akibat-akibat dari proses berfikir dan perbuatannya setiap saat.

Kita cenderung membuat banyak kesalahan dalam hidup kita, dimana seolah-olah orang lain tidak berpendidikan. Dan kita cenderung untuk membuat lebih banyak kesalahan ketika kita mampu memastikan bahwa orang lain tersebut benar-benar tidak berpendidikan. Karena sebenarnya kita tidak pernah tahu seseorang berpendidikan atau tidak, yang kita tahu hanya topeng diluar, bahasa yang digunakan sebagai kendaraan berfikir dan cara-cara kita menjaga penampilan. Seorang individu yang berpendidikan percaya bahwa dalam proses pendidikan terdapat metode error yang menjadi bagian dari kesempurnaan manusia untuk lebih mengetahui kebenaran. Justru, kebanyakan orang yang tidak berpendidikan percaya pada pengamatan dan pengetahuan praktis yang tidak mentolerir adanya kesalahan sekecil apapun. Pendidikan membawa kita menyusuri kompleksitas dalam kehidupan manusia, sehingga membuat hidup lebih mudah, sederhana dan nyaman. Berkenaan dengan kondisi ini John Dewey mengatakan, "Pendidikan bukanlah persiapan untuk hidup, tapi pendidikan adalah hidup itu sendiri".

Masalah Pendidikan Sekarang

Indonesia merupakan negara dengan populasi cukup besar di dunia dan sayangnya secara kualitas masih perlu diperjuangkan. Ini mungkin, karena selain populasi penduduk yang besar, jenis administrasi pemerintahan dan sistem politik yang kita miliki. Masih banyak kita temui tekanan-tekanan secara birokratis yang memaksakan diri untuk kita terima sebagai sesuatu yang wajar. Hal ini tentu saja tidak bisa mendorong imajinasi, kreativitas dan orisinalitas pada masyarakat kita. Penekanan apapun, yang dilakukan dimasyarakat maupun ditempat-tempat lainnya pada aspek-aspek kehidupan praktis, tidak ada yang bisa efektif untuk memacu produktivitas. Kondisi ini telah melanda sebagian besar masyarakat kita bahkan dalam aspek teoritis dan konsep-konsep, sehingga tuntutan kebutuhan yang serba pragmatis, praktis dan instant melanda sebagian besar lembaga-lembaga pendidikan kita. Kita tidak bisa mengelak jika sebagian besar masyarakat pengelola pendidikan kita masih menggunakan sistem untung-rugi dalam konteks financial. Hal ini tidak bisa kita salahkan seratus persen, karena pemerintah sendiri belum bisa menjamin 100% lembaga pendidikan tersebut bisa bertahan hidup.

Dalam kondisi sistem administrasi pemerintahan masih seperti ini, dengan berbagai tekanan birokrasi yang kuat, serta sikap apatisme masyarakat yang semakin tinggi, maka jangan berharap dana-dana bantuan operasional sekolah dan dana-dana lainnya bisa lancar turun ke bawah. Kondisi seperti ini diperparah dengan perilaku masyarakat pengelola pendidikan yang menerima begitu saja ketentuan-ketentuan yang jelas-jelas menyimpang dari petunjuk teknis pelaksanaannya.

Sementara itu, anak-anak kita di sekolah dijejali dengan banyak buku dan mereka merasa sangat stres. Meskipun pemilikan buku bagi setiap siswa sekarang ini, tidak diwajibkan, namun pemaksaan secara halus dan sembunyi-sembunyi masih dilakukan. Kita menyaksikan dengan mata kepala kita sendiri, milyaran dana buku gratis setiap kabupaten dan kotamadya masih belum efektif dimanfaatkan.

Pada kenyataannya, untuk memahami pendidikan tidaklah sesulit apa yang kita bayangkan sekarang. Pendidikan sudah semestinya diisi dengan hiburan dan menyenangkan sehingga siswa dapat menemukan kegembiraan belajar. Saya tidak habis mengerti, mengapa anak-anak kita disekolah kehilangan kegembiraannya ?. Anak-anak merasa ngeri untuk pergi ke sekolah karena terlalu banyak belajar. Bahkan di rumah anak-anak melibatkan diri mereka sendiri, begitu banyak waktu, untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dari sekolah. Saya jadi terus-menerus bertanya, apa yang menjadi tujuan pendidikan kita sebenarnya ?

Kondisi di atas, justru tidak memahamkan anak-anak didik kita kepada makna belajar. Mereka justru akan memahaminya sebagai kewajiban, bukannya hak untuk dituntut. Ketika anak-anak kita menghabiskan banyak waktunya dirumah, hanya untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah, maka justru kondisi seperti ini tidak akan memahamkan hubungan antara orangtua dan anak di rumah, ditambah lagi kedua orangtuanya sibuk bekerja di luar rumah. Sementara kondisi di banyak lembaga pendidikan kita, Infrastruktur yang tidak memadai dan staf pengajar yang tidak memahami kompetensinya sebagai seorang pendidik, merupakan kutukan lain di dunia pendidikan kita. Sayangnya lagi, baik ditingkat pendidikan dasar sampai tingkat menengah masih banyak kita temui lembaga pendidikan yang terus-menerus berjuang untuk bertahan hidup, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Selanjutnya, dalam penerapan KTSP, Guru hanya fokus kepada tingkat satuan pelajaran saja. Setiap Guru belum mampu mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan setiap anak didiknya, dan mendiskusikannya di tingkat sekolah. Masih banyak kita temui disetiap kelas bahwa pandangan dan pendapat dari siswa tidak lagi dihormati dan dihargai layaknya sebagai teman. Siswa selalu dikenakan apa pun yang ada di buku yang mengakibatkan kurangnya imajinasi dan kreatifitas. Kondisi ini ditegaskan oleh RW Emerson yang mengatakan, "Rahasia dalam pendidikan terletak pada menghargai siswa". Hanya ketika siswa yang dihormati dan dihargai sajalah, yang akan terus-menerus mencoba untuk berpikir imajinatif, kreatif, inovatif dan mampu keluar dari belenggu fikirannya sendiri. Siswa harus disediakan waktu untuk lebih banyak memiliki kebebasan berpikir.

Sangat disayangkan pula, bahwa Guru-gurupun belum dibayar mahal, mungkin bagi mereka yang sudah tersertifikasi saja, yang mungkin baru bisa menikmati penghasilan cukup. Selama ini para guru sudah cukup lelah mengejar karier mereka sendiri untuk mendapatkan sertifikasi dari pemerintah, dengan berbagai bentuk jalan pintas. Selain itu, masih banyak Guru-guru kita, memanfaatkan waktu sisanya untuk menambah nafkah keluarganya dengan bekerja selain menjadi Guru.

KabarIndonesia - “Education is for improving the lives of others and for leaving your community and world better than you found it”, Martin Wright Edelman.

Masukan Dalam Rangka Mengatasi Masalah

Paling tidak solusi itu lahir dari Sekolah-sekolah Perguruan, Fakultas Keguruan atau Jurusan Keguruan. Mahasiswa Keguruan seharusnya menjalani pelatihan secara rutin dan intensif, sebelum menyelesaikan pendidikannya. Selama proses perkuliahan, mahasiswa calon Guru ini dituntut secara teoritis maupun praktis agar mampu memperbarui dan meningkatkan keterampilannya berkomunikasi dengan baik kepada audiens/public, serta terus-menerus mengasah kemampuan mentalnya sebagai seorang pendidik, ini dilakukan sejak masih semester pertama.

Pemerintah dan masyarakat, perlu terus-menerus mendorong secara berkala untuk melakukan lokakarya-lokakarya dan kursus-kursus yang bertujuan mengevaluasi dan memperbaiki sistem pendidikan yang diterapkan sekarang. Kita masih harus banyak melakukan perbaikan dalam metodologi pengajaran yang dapat meningkatkan dan mempertajam ketrampilan para Guru itu sendiri. Sayangnya tujuan dan niat yang tertanam pada Guru-guru kita saat ini dalam mengikuti lokakarya, kursus, dan seminar-seminar, hanya untuk mendapatkan kredit poin dalam rangka sertifikasi.

Persoalan pelik yang sejak awal menjadi polemik, adalah Konten dan kurikulum dalam sistem pendidikan kita. Konten dan kurikulum masih perlu evaluasi dan monitoring untuk lebih dapat diterapkan oleh para Guru di sekolah. Konten dan kurikulum kita belum bisa secara mudah dimaknai oleh para Guru. Sehingga perlu diupayakan restrukturisasi dan kebijakan ditingkat kabupaten/kotamadya.

Dengan perampingan birokrasi dan kebijakan pendidikan hanya sampai di tingkat Kabupaten/Kotamadya saja, memungkinkan penyelesaian masalah-masalah pendidikan akan mudah dan cepat tertangani secara efektif. Masyarakat kita perlu dididik kembali untuk menghargai birokrasi, tidak dengan biaya (cost), sehingga kuncuran dana-dana pendidikan tidak banyak terserap pada lubang-lubang yang tidak semestinya. Menghilangkan pungutan sekecil apapun, selain operasional kegiatan belajar-mengajar (KBM), sangat dibenarkan. Karena pungutan sekecil apapun yang tidak bertujuan untuk proses kegiatan belajar mengajar, tidak akan pernah efektif dalam menjalin komunikasi pendidikan di dalam masyarakat.

Selanjutnya, pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara terus-menerus mengkampanyekan pendidikan kejuruan. Namun, nampaknya masyarakat belum sepenuhnya menyadari akan pentingnya pendidikan kejuruan ini. Masyarakat pengelola pendidikan pun belum bersemangat mendirikan sekolah-sekolah kejuruan, mungkin disebabkan karena biaya, sehingga sekolah kejuruan masih belum banyak diminati masyarakat. Hal ini akan memberi dampak kesenjangan yang lebih besar antara dunia industri dan akademisi.

Masyarakat industri juga dituntut untuk lebih menyadari pentingnya pendidikan kejuruan. Masyarakat industi tidak bisa fokus untuk dirinya sendiri, mereka harus ikut serta mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan industri saat ini, sehingga kesenjangan antara dunia pendidikan dan industri bisa lebih teratasi. Keuntungan dari dunia industri tidak serta-merta dijadikan investasi usaha, mereka harus memberikan support kepada sekolah-sekolah kejuruan untuk lebih memperkuat aspek usahanya.

Dalam hal ini, Pemimpin perusahaan memiliki peran penting dalam pendanaan sistem pendidikan kejuruan ini. Mereka banyak menghasilkan uang untuk diri mereka sendiri, tanpa membayar gaji karyawannya secara wajar, mereka tidak membayar dividen kepada pemegang saham mereka, yakni masyarakat pengguna produk-produk industrinya, kondisi ini terlihat pada Cost Social Responsibility (CSR) di masing-masing perusahaan. Masyarakat kita justru di ’iming-imingi’ dengan hadiah-hadiah milyaran rupiah dan barang-barang mewah lainnya, dengan harapan hasil penjualannya terus meningkat. Kemudian, apa yang mereka berikan kepada pendidikan dan masyarakat kita ? Ini adalah fakta, bahwa perusahaan-perusahaan kita, baik besar atau kecil, belum sepenuh hati untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia. Jika masayarakat industri kita sudah terpanggil untuk benar-benar memajukan konsumennya (masyarakat), maka hal ini akan sangat membantu terselenggaranya sistem pendidikan, yang dapat menyetarakan sistem pendidikan kita dengan standar global. Oleh karena itu, sangat penting kita melakukan reformasi dalam dunia pendidikan dari waktu ke waktu, sebagai alat untuk melakukan perubahan besar dengan cepat.

Selanjutnya, berkenaan dengan kualifikasi profesional seperti teknik, manajemen, kedokteran, komputer dan sebagainya, para Mahasiswa harus benar-benar terlibat dalam proses pendidikan dan proyek-proyek praktis pekerjaan. Kita perlu memperbaiki, pelaksanaan praktek kerja lapangan yang benar-benar nyata, yang mampu membekali ketermpilan dan mental siap bekerja, dari tahun pertama sampai tahun terakhir. Kegiatan tersebut akan membangun percaya diri mahasiswa sehingga mereka dapat memahami kebutuhan masyarakat industri.

Terakhir, pendidikan umum negeri yang bebas biaya untuk wajib belajar 9 tahun, agar bisa dilaksanakan merata sampai di seluruh Kabupaten/kota di Indonesia. Dan dalam rangka membantu mahasiswa yang tidak mampu, pemerintah sebaiknya selain menyediakan beasiswa bagi mahasiswa yang berprestasi, juga menyediakan anggaran pinjaman pendidikan tanpa bunga bagi mahasiswa yang kurang mampu.

Dengan demikian kita bisa memaknai pendidikan sesuai dengan pernyataan William Butler Yeats, bahwa “Pendidikan bukan mengisi ember, tapi menyalakan api". Pendidikan harus mampu menyalakan pikiran para siswanya dan harus memindahkan siswa dari zona nyaman ke zona yang efektif. Para siswa di zona nyaman tidak akan bisa mencapai sesuatu yang diharapkan oleh dunia pendidikan, sebanyak siswa dalam zona efektif.

Kesimpulan

Ada kebutuhan yang kuat untuk merampingkan birokrasi sistem pendidikan sekarang. Masalah-masalah dalam sistem pendidikan kita perlu ditangani segera, melalui komunikasi pendidikan antara Komite Sekolah, Dewan Pendidikan dan Diknas setempat. Pendidikan seharusnya fokus kepada moral/etika, sosial, kejuruan dan aspek akademis. Sebuah bangsa yang kuat hanya dapat dibangun bila ada pendidikan karakter yang kuat. Seperti yang ditegaskan oleh Abraham Lincoln, "Karakter itu seperti pohon dan reputasi seperti bayangannya. Bayangan adalah apa yang kita pikirkan itu; pohon adalah hal yang nyata".

Oleh karena itu, esensi dari setiap pendidikan adalah karakter yang kuat. Pendekatan perubahan yang revolusioner dalam sistem pendidikan sekarang adalah tuntutan waktu. Kita harus secepatnya membangun sebuah bangsa di mana anak-anak kita memiliki visi untuk berpikir di luar batas-batas geografis mereka. Harus ada ruang lingkup bagi para siswa untuk mengembangkan intelektualitas, memperkuat pikiran dan membuat mereka untuk berdiri di atas kaki sendiri. Sudah teraplikasikah kebutuhan ini dalam kelas-kelas di sekolah kita melalui penerapan KTSP?

(Pemerhati Pendidikan tinggal di Bekasi)

Bekasi, 12 Oktober 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar