Senin, 16 November 2009 | 20:28 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Andy Riza Hidayat
MEDAN, KOMPAS.com — Banyak pengelola sekolah swasta di Medan mengaku sebagai sekolah bertaraf internasional atau SBI. Padahal, menurut data Dinas Pendidikan Sumatera Utara, hingga kini belum ada satu pun SBI.
"Mereka yang mengaku sekolah internasional belum tentu kualitasnya baik. Itu hanya merek (nama) saja. Bukan benar-benar bertaraf internasional," ujar Pelaksana Tugas Sekretaris Dinas Pendidikan Sumut, Edward Sinaga, Senin (16/11) di Medan.
Edward mengatakan, sekolah seperti itu harus jujur kepada publik, tidak boleh membohongi masyarakat karena terpancing promosi mereka. "Masyarakat harus tahu mana sekolah yang bertaraf internasional, mana yang tidak. Jika mereka termakan promosi, maka bisa kecewa," katanya.
Sejumlah sekolah, terutama swasta, mengklaim diri sebagai sekolah internasional. Mereka mempromosikan diri bekerja sama, baik dengan sekolah Singapura maupun Australia. Kendati begitu, ia mengatakan bahwa masalah mutu belum tentu baik meski dengan biaya pendidikan yang tinggi.
Dia mengatakan, salah satu program peningkatan mutu pendidikan adalah menciptakan SBI. Untuk menuju ke sana, saat ini ada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Di Sumut terdapat 22 sekolah semacam itu. Sekolah ini tersebar di sejumlah kabupaten kota. RSBI tersebut terdiri dari sekolah negeri maupun swasta yang memenuhi syarat, baik sarana, metode pengajaran, maupun mutu pendidiknya.
Komersialisasi
Ketua Dewan Pendidikan Kota Medan Mutsyuhito Solin mengatakan, pengakuan sepihak sekolah internasional merupakan bentuk komersialisasi. Kepentingan pengelola, tuturnya, untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.
"Lantaran (mengaku) internasional, maka biaya pendidikan di sekolah tersebut menjadi mahal. Inilah bentuk komersialisasinya," katanya.
Dia menginginkan agar ada pengawasan dari dinas pendidikan tentang klaim ini. Sekolah bertaraf internasional, kata Mutsyuhito, sudah ada ketentuannya melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam aturan ini, dia melanjutkan bahwa SBI paling tidak boleh memiliki murid lebih dari 30 orang dalam satu kelas.
"Ini hanya salah satu butir syarat, masih banyak ketentuan yang lain," ujarnya.
Salah satu sekolah yang berstatus Rintisan SBI di Medan adalah Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Medan. Kepala Sekolah SMAN 1 Medan Rebekka Girsang mengatakan, saat ini sekolahnya baru mengembangkan SBI di tingkat kelas. Rintisan SBI di SMAN 1 Medan mulai berlangsung pada 2007.
Menurut Rebekka, sekolahnya bekerja sama dengan Cambridge University, Inggris, untuk meningkatkan kemampuan para guru. "Sekarang kami sudah menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar untuk enam mata pelajaran," katanya.
Tahun depan, Rebekka mengatakan bahwa SMAN 1 berencana meningkatkan mutu pengajaran dengan sistem RSBI plus. Maksudnya, ada peningkatan model pengajaran dan mutu pendidik menuju tingkat SBI.
"Target kami, sekolah ini menjadi SBI benar-benar dilaksanakan pada 2013," katanya.
Sumber: Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar