Cik Umar Tidak Terima Replik JPU, Kasus Pungli Prona
Harian Lahat,
Terdakwa kasus ‘pungutan liar’ (pungli) dalam program Nasional (Prona) 2008 Cik Umar SH, melalui Penasihat Hukumnya (PH), Risnaldi SH tetap meyakini jika dirinya tidak bersalah. Menurutnya, dalam hal ini dirinya tidak terbukti telah melakukan tindakan pungli secara bersama-sama dengan Solahudin.
Sanggahan ini di sampaikan oleh penasihat hukum terdakwa, dalam sidang pembacaan duplik yang di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Lahat pada Rabu (16/9), kemarin. Sidang ini sendiri di pimpin langsung oleh ketua Majelis Hakim Rais Torodji dengan dua anggotanya Silvi Ariani dan Mulyadi Aribowo.
Menurut Risnaldi, pihaknya menolak isi replik yang telah disampaikan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Sebab, berdasarkan sejumlah bukti yang ada, terdakwa tidak terbukti telah memerintahkan staf bidang teknis yuridis pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lahat Solahudin (45), untuk menghimpun dana pembuatan sertifikat hak atas tanah dari masyarakat yang seharusnya gratis. Dalam dupliknya, Risnaldi juga menegaskan jika terdakwa Cik Umar dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penanggung jawab Prona 2008 telah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Kami harap tuntutan terhadap terdakwa dapat di tinjau ulang. Sebab, dalam hal ini terdakwa tidak merugikan Negara. Bahkan, selama masa persidangan di gelar terdakwa juga cukup kooperatif,” ujar Risnaldi dalam persidangan, kemarin.
Seperti di ketahui sebelumnya, bahwa tim JPU telah menyatakan jika terdakwa Cik Umar secara sah dan meyakinkan yakni sesuai fungsi dan tugasnya sebagai Penanggung jawab teknis Prona, dirinya tidak melaksanakan sosialisasi kepada warga sekitar, tentang program Prona termasuk tidak menjelaskan bahwa program tersebut gratis. Bahkan, di duga Cik Umar justru memerintahkan kepada stafnya Solahudin untuk menghimpun dana dari masyarakat yang ingin mengurus sertifikat hak atas tanah milik mereka. Dan memerintahkan kepada Solahudin untuk menyerahkan sejumlah dana bila ada masyarakat yang memberikan uang.
Atas dasar hal-hal tersebut, akhirnya JPU berkesimpulan menuntut terdakwa selama 1 tahun 6 bulan kurungan penjara, dan denda sebesar Rp.50 juta, subsidair kurungan 2 bulan, dengan alasan bahwa masing-masing terdakwa telah terbukti melanggar pasal 11 UU No.31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo UU No.20/2001 pasal 55 (1) dan (2).
Menanggapi sanggahan dari terdakwa, anggota tim JPU Hendri Hanafi SH mengungkapan pihaknya belum memberikan komentar. Pasalnya, sesuai dengan agendanya bahwa ini merupakan sidang duplik untuk mendengarkan pembelaan terdakwa. Selanjutnya, sidang akan kembali dilanjutkan pada 28 Oktober 2009 mendatang, dengan agenda pembacaan putusan.*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar